Pengesahan KUHAP Baru Picu Kekhawatiran: Kewenangan Penyidik Bisa Lebih Luas
Meski diklaim sebagai reformasi, revisi KUHAP menimbulkan celah potensi penyalahgunaan oleh aparat penegak hukum.

FORUMADIL, Jakarta — DPR resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) sebagai undang-undang baru, langkah yang menurut pemerintah dan legislatif penting untuk menyelaraskan sistem hukum acara dengan KUHP baru yang akan berlaku mulai 2 Januari 2026.
Pengesahan ini berlangsung melalui Rapat Paripurna DPR pada tanggal 18 November 2025. Ketua DPR, Puan Maharani, menyatakan bahwa KUHAP yang baru akan mulai berlaku sejak 2 Januari 2026.
Reformasi Didasarkan Partisipasi Publik (Tapi Tidak Tanpa Kritik)
Menurut Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, tujuan revisi KUHAP adalah memperkuat hak-hak tersangka, saksi, dan korban dalam proses pidana.
Komisi III menegaskan bahwa pembahasan ini juga melibatkan aspirasi dari masyarakat sipil.
Lebih lanjut, Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej menegaskan urgensi pengesahan KUHAP agar aparat penegak hukum tidak kehilangan dasar hukum menggunakan upaya paksa menjelang berlakunya KUHP baru.
Titik Risiko: Kewenangan Penyidik dan Pengawasan Lemah
Meskipun banyak pasal dinilai progresif, muncul kecemasan dari pihak aktivis dan pakar hukum. Salah satu isu kritis adalah ekspansi kewenangan penyidik pada tahap awal pemeriksaan. Menurut analisis organisasi sipil, KUHAP baru bisa memberikan ruang bagi tindakan penangkapan atau penahanan yang lebih agresif, jika tidak diimbangi mekanisme pengawasan yang kuat.
Catatan lain datang dari Policy Brief DPR, yang menyebutkan kurangnya pengaturan pengelolaan barang bukti secara jelas. Hal ini bisa menimbulkan ketidakpastian hukum terkait sitaan dan penyimpanan barang bukti.
Beberapa organisasi menyoroti bahwa pengelolaan barang bukti saat ini masih berpotensi menimbulkan konflik antara kepolisian, kejaksaan, dan lembaga lainnya.
Tantangan Pengawasan dan Tantangan Implementasi
Forum Adil melihat bahwa pengesahan KUHAP baru hanyalah langkah awal reformasi. Untuk mencegah potensi penyalahgunaan kekuasaan, dibutuhkan:
- Mekanisme pengawasan eksternal independen – agar tindakan paksa (penahanan, penyitaan) diawasi oleh lembaga selain Polri.
- Transparansi prosedur – publik harus punya akses terhadap statistik penahanan, penggunaan upaya paksa, dan data penyitaan barang bukti.
- Pelatihan etika dan HAM untuk aparat penegak hukum – agar kekuasaan baru yang diperoleh tidak disalahgunakan.
- Evaluasi berkala – KUHAP baru harus dievaluasi dalam jangka menengah agar praktik lapangan benar-benar mencerminkan semangat keadilan prosedural.
Analisis Forum Adil
Reformasi positif: KUHAP baru menawarkan pembaruan yang penting, terutama dalam menguatkan partisipasi korban dan pendampingan hukum sejak awal penyidikan.
Risiko kekuasaan tak tertahan: Jika tidak diasup kontrol yang kuat, perubahan ini bisa memperkuat posisi aparat penegak hukum dengan risiko penyalahgunaan.
Tanggung jawab kolektif: Sebagai masyarakat sipil, kita harus aktif menuntut transparansi dan kontrol terhadap implementasi KUHAP baru agar menjadi instrumen keadilan, bukan represi.



