Minim Transparansi Data, Porprov XII Sulut Dinilai Gagal Hadirkan Akuntabilitas Publik
Ketiadaan Results Book dan data real-time membuat publik sulit menilai capaian atlet, efektivitas anggaran, dan kualitas penyelenggaraan.

FORUMADIL, Manado — Di tengah euforia penyelenggaraan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) XII Sulawesi Utara, gelombang kritik menguat terkait buruknya transparansi penyelenggaraan dan ketidakterbukaan data resmi yang seharusnya menjadi standar dalam sebuah event olahraga daerah. Dari hasil penelusuran Forum Adil, sejumlah persoalan mengemuka: kekacauan input data, keterlambatan pembaruan perolehan medali, serta absennya sistem informasi yang akurat dan dapat diakses publik secara real-time.
Walaupun resmi berakhir, namun satu pertanyaan besar masih menggantung di ruang publik: di mana Result Book resmi yang memuat data lengkap atlet, nomor pertandingan, hingga skor akhir setiap cabor? Setelah penelusuran mendalam, Forum Adil menemukan bahwa tidak ada portal publik, dokumen resmi, ataupun arsip digital dari panitia, Pemprov Sulut, maupun KONI Sulut yang menyediakan hasil pertandingan secara komprehensif.
Padahal, sebagai event olahraga provinsi, publik berhak mendapatkan transparansi penuh.
KENAPA INI PENTING? — APA ITU “RESULT BOOK”?
Di banyak event besar seperti PON, Porprov provinsi lain, hingga kompetisi resmi KONI, result book adalah dokumen final paling fundamental.
Isinya:
Nama atlet lengkap
Asal kontingen
Nomor pertandingan
Babak demi babak
Skor, waktu, ranking
Rekor yang tercipta
Validasi pertandingan (juri/wasit)
Event olahraga yang profesional selalu mempublikasikan result book resmi dalam format PDF dan dapat diakses publik.
Contohnya:
PON Papua punya portal lengkap dengan PDF seluruh cabor.
Porprov Jawa Barat, Porprov Jawa Timur, Porprov Bali — semuanya punya result portal resmi yang rapi dan dapat diunduh.
Porprov Sulawesi Utara?
Tidak ada.
Minimnya konsistensi publikasi menimbulkan pertanyaan serius: apakah Porprov XII benar-benar dipersiapkan untuk memenuhi standar akuntabilitas publik? Di berbagai provinsi lain, penyelenggaraan Porprov sudah menggunakan sistem terpadu, mulai dari akreditasi atlet hingga live scoring. Namun, di Sulawesi Utara, informasi mengenai pertandingan, klasemen sementara, hingga agenda resmi kerap muncul terlambat, tidak sinkron, atau bahkan hilang.
Sejumlah pengurus cabor yang ditemui Forum Adil mengatakan bahwa sejak awal mereka tidak menerima pedoman teknis digital secara terstruktur. “Kami bekerja sambil mencari tahu sendiri. Data tidak terpusat,” ujar seorang ofisial yang meminta identitasnya dirahasiakan. Kondisi ini menguatkan dugaan bahwa koordinasi panitia berada pada level minimal.
Ketiadaan dashboard publik juga menyebabkan masyarakat sulit melakukan verifikasi mandiri. Akibatnya, kabar simpang-siur berkembang cepat, termasuk soal keberatan, potensi protes pertandingan, dan klaim medali ganda. Ketidakseragaman informasi ini memunculkan persepsi negatif bahwa penyelenggara tidak memiliki standar transparansi, padahal dana yang digunakan bersumber dari APBD.
Transparansi bukan sekadar persoalan teknis—ia adalah prasyarat kepercayaan publik. Tanpa akses informasi yang memadai, Porprov XII justru memperlihatkan kelemahan mendasar: gagalnya panitia menghadirkan tata kelola yang modern, akurat, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Meski demikian, beberapa cabor tetap menunjukkan performa luar biasa dengan kerja keras atlet tanpa bergantung pada sistem yang ada. Di sisi atlet, semangat bertanding tetap tinggi. Namun, capaian ini tidak boleh menutupi kebutuhan besar: pembenahan struktural penyelenggaraan agar Porprov tidak sekadar menjadi ajang rutinitas tanpa kualitas.
Forum Adil memandang bahwa evaluasi menyeluruh harus dilakukan. Transparansi data adalah indikator paling sederhana, tetapi sekaligus paling fundamental. Ketika indikator paling dasar saja gagal dipenuhi, maka wajar bila publik menilai bahwa Porprov XII Sulut tidak berhasil menunjukkan akuntabilitas.(Hen)



