BERITA TERBARUSULUT

Mengurai Regulasi IPR: Analisis Hukum atas Polemik Perizinan Tambang Rakyat di Sulawesi Utara

Pemahaman regulasi IPR wajib diluruskan agar masyarakat tidak terjebak dalam persepsi keliru terkait kewenangan daerah dan pusat.

Penulis: Jefry Pangerapan – Praktisi Pertambangan

Pendahuluan: Polemik Harapan dan Realitas Regulasi Tambang Rakyat

FORUMAFIL, Manado – Pernyataan Gubernur Sulawesi Utara yang ingin memberikan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) kepada masyarakat melalui koperasi menuai beragam reaksi. Sebagian masyarakat memandang pernyataan tersebut sebagai angin segar, namun sebagian lainnya—khususnya pelaku tambang—melihat bahwa proses untuk mendapatkan IPR tidak sesederhana yang dibayangkan publik.

Seorang praktisi tambang, Jefry Pangerapan, memberikan penjelasan yang penting untuk dilihat dalam konteks kerangka hukum nasional.

Artikel ini bertujuan memberikan penjelasan hukum yang akurat, agar masyarakat memperoleh pemahaman utuh tentang proses, kewenangan, dan batasan pemerintah daerah dalam pengelolaan IPR.

Apa Itu IPR? Memahami Dasar Hukumnya

Menurut UU Minerba No. 3 Tahun 2020, PP 96/2021 jo. PP 39/2025, dan Permen ESDM 18/2025, Izin Pertambangan Rakyat (IPR) adalah izin usaha pertambangan berskala kecil yang hanya boleh beroperasi di Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR).

Kewenangan Pusat dan Daerah (Sesuai UU – PP – Permen)

  • Daerah (Gubernur): menerbitkan IPR, tetapi hanya setelah WPR disahkan pusat
  • Pusat (Kementerian ESDM): menetapkan WPR
  • Daerah (Gubernur): menerbitkan IPR, tetapi hanya setelah WPR disahkan pusat
  • Koperasi/Kelompok/Perorangan tidak bisa menambang sebelum ada IPR
  • Koperasi bukan izin tambang—hanya bentuk badan hukum

Berikut poin-poin yang disampaikan Jefry Pangerapan dan analisis kesesuaiannya dengan hukum nasional:

  1. Dasar Hukum IPR Menurut UU Minerba

IPR adalah izin resmi untuk masyarakat menambang dalam skala kecil dan tradisional. Dasarnya adalah:

  • UU No. 3 Tahun 2020 (Perubahan UU Minerba)
  • PP No. 96 Tahun 2021
  • PP No. 39 Tahun 2025 (perubahan)
  • Permen ESDM No. 18 Tahun 2025

Dari hierarki hukum tersebut, terdapat prinsip utama:→ Tanpa WPR, tidak ada IPR.

Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) hanya dapat ditetapkan oleh Menteri ESDM, bukan gubernur.

  1. Proses Resmi Penetapan WPR dan IPR

Untuk mendirikan WPR dan menerbitkan IPR, pemerintah daerah harus melalui tahapan panjang:

Tahap-tahap yang Wajib Dipenuhi Pemda:

  1. Pemetaan geologi wilayah.
  2. Pematokan titik koordinat wilayah usulan.
  3. Penyusunan laporan eksplorasi dan studi kelayakan sederhana.
  4. Pengelolaan dan kajian lingkungan hidup.
  5. Kajian keselamatan operasi pertambangan.
  6. Pengajuan berkas ke Kementerian ESDM.
  7. Verifikasi lapangan oleh Badan Geologi.
  8. Penetapan WPR oleh Menteri ESDM.
  9. Barulah Gubernur boleh menerbitkan IPR.

Semua proses di atas memerlukan anggaran APBD atau konsultan teknis profesional.

Kesimpulan:

🔸 Pembentukan koperasi bukan dasar izin tambang.
🔸 Aktivitas tambang tanpa WPR → tetap ilegal.


  1. Analisis Hukum: Apakah Pernyataan Gubernur Sesuai Regulasi IPR?

Bagian yang benar dari pernyataan Gubernur:

✔ Masyarakat bisa mengajukan IPR melalui koperasi atau kelompok → sesuai Permen ESDM.
✔ Pemprov bisa menjadi fasilitator bagi masyarakat.

Sesuai PP 96/2021 Pasal 74:

“IPR hanya dapat diterbitkan pada Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang telah ditetapkan oleh Menteri.”

Membuat Koperasi Tidak Berarti Sudah Bisa Menambang

Banyak masyarakat salah paham bahwa “asal bikin koperasi, otomatis legal menambang”.
Padahal:

  • Koperasi hanya wadah
  • Izin tambang tetap harus IPR
  • IPR hanya keluar setelah WPR disahkan
  • Tanpa WPR dan IPR, koperasi tetap dianggap ilegal

Batas Luas IPR Sesuai Permen ESDM 18/2025. Regulasi baru menetapkan:

  • Perorangan: 5 hektare
  • Koperasi/Kelompok: 10 hektare

Proses harus dimulai dari usulan daerah → verifikasi pusat → SK Menteri.

Alasannya berdasarkan aturan PP dan Permen.

Pernyataan tanpa penjelasan lengkap berpotensi menciptakan misleading expectation di masyarakat.

Pernyataan pejabat daerah kerap disalahartikan oleh publik bahwa:

“Pemda bisa langsung memberikan izin melalui koperasi.”

Padahal:

  • Koperasi tidak otomatis legal
  • IPR tidak bisa diterbitkan tanpa WPR
  • WPR tidak bisa terbit tanpa kajian geologi lengkap

Maka, edukasi publik menjadi sangat penting

  1. Perspektif Praktisi: Mengapa Regulasi IPR Dianggap Rumit?

Sebagai praktisi, saya melihat bahwa:

  • Regulasi IPR sangat ketat karena menyangkut keselamatan dan geologi.
  • Pemerintah pusat masih memegang kendali penuh sebagai kontrol keamanan nasional.
  • Banyak masyarakat yang “terjebak” informasi seolah membuat koperasi sudah cukup untuk menambang.

Padahal kenyataannya:

  • Koperasi hanya wadah, bukan izin.
  • Menambang tanpa IPR tetap ilegal meskipun memiliki koperasi.
  • Jika dilakukan, masyarakat tetap dapat ditindak aparat.
  1. Meluruskan Pemahaman: Bukan Menyudutkan, Tetapi Mengedukasi Publik

Niat baik gubernur untuk membantu penambang adalah sesuatu yang harus diapresiasi. Namun, transparansi tentang prosedur hukum diperlukan agar tidak terjadi kesalahan persepsi.

Penjelasan regulasi seperti ini bertujuan:

  • Melindungi masyarakat dari informasi salah
  • Mencegah penambang terjerumus dalam aktivitas ilegal
  • Memberikan edukasi teknis yang benar
  • Mendukung kebijakan provinsi agar tetap berada dalam koridor hukum

Penutup: Meluruskan Persepsi Tanpa Menyalahkan Pihak Manapun

Dukungan Gubernur Yulius Silvanus terhadap penambang rakyat patut diapresiasi sebagai bentuk keberpihakan kepada masyarakat. Namun demi memastikan kebijakan publik berjalan tepat sasaran, penting bagi semua pihak memahami bahwa pengelolaan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) berada dalam sistem hukum nasional yang sangat terstruktur.

Proses penetapan Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) tetap berada pada kewenangan Pemerintah Pusat, sementara pemerintah daerah berperan memastikan seluruh persyaratan teknis dipenuhi sebelum izin dapat diterbitkan.

Dengan memberikan edukasi regulatif yang jelas, masyarakat tidak hanya terhindar dari salah persepsi, tetapi juga dapat mengambil langkah yang benar sesuai prosedur hukum.

Pendekatan ini bukan kritik kepada pemerintah daerah, melainkan kontribusi konstruktif untuk memperkuat koordinasi, meningkatkan kepastian hukum, dan memastikan penambangan rakyat di Sulawesi Utara dapat berjalan secara legal, aman, dan berkelanjutan bagi semua pihak.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button