Mengenal Keanekaragaman Budaya Suku-Suku di Sulawesi Utara: Identitas, Tradisi, dan Warisan Leluhur

FORUMADIL MANADO —Dalam momentum Hari Kebudayaan Nasional Indonesia yang diperingati setiap 17 Oktober, masyarakat diajak menengok kembali akar identitas bangsa yang tumbuh dari keberagaman budaya daerah.
Di ujung utara Pulau Sulawesi, Provinsi Sulawesi Utara menjadi salah satu wilayah yang menyimpan kekayaan budaya luar biasa mulai dari suku Minahasa dan sub-sukunya, hingga Bolaang Mongondow dan Siau yang hidup berdampingan dalam harmoni.
Budaya-budaya ini bukan sekadar peninggalan masa lalu, tetapi cermin nilai gotong royong, keberanian, dan penghormatan terhadap leluhur yang masih hidup hingga kini.
1. Suku Minahasa dan Sub-Sukunya

Suku Minahasa memiliki beberapa sub-etnis, seperti Tombulu, Tonsea, Tontemboan, Toulour, Ponosakan, Pasan, dan Bantik.
Ciri paling dikenal dari budaya Minahasa adalah Tari Kabasaran atau Waraney, tarian perang yang menggambarkan keberanian para penjaga kampung di masa lampau. Penari Kabasaran memakai pakaian merah mencolok, hiasan kepala bulu ayam, pedang, dan tombak simbol perlindungan dan kehormatan.
Rumah adat Minahasa, disebut Wale atau Walewangko, menjadi pusat kegiatan sosial, sementara alat musik Kolintang dan tarian Maengket mencerminkan kegembiraan dan kebersamaan masyarakat.
Nilai luhur Mapalus (gotong royong) dan filosofi “Torang Samua Basudara” menjadi semangat hidup orang Minahasa hingga kini.
2. Suku Bolaang Mongondow
Suku Bolaang Mongondow mendiami wilayah bagian selatan Sulawesi Utara. Masyarakatnya dikenal dengan tradisi agraris dan adat panen seperti Mododu, yang diiringi tarian, musik, dan doa bersama.

Busana adat pria disebut Baniang, sementara wanita mengenakan Sinontok. Tradisi upacara penyambutan tamu Tantadan juga menjadi ciri khas dalam setiap perayaan budaya Mongondow.
3. Suku Siau dan Kepulauan Sangihe
Di wilayah kepulauan bagian utara, suku Siau dan Sangihe menampilkan budaya bahari yang kaya warna. Upacara Tulude menjadi tradisi paling menonjol — sebagai wujud syukur atas berkat Tuhan di akhir tahun.

Pakaian adat pria disebut Laku Tepu dan wanita Bawine Tepu, dengan warna-warna cerah dan corak simbolik yang menggambarkan semangat dan ketulusan masyarakat pesisir.
4. Keberagaman sebagai IdentitasKekayaan budaya Sulawesi Utara adalah mosaik dari keberagaman yang saling melengkapi. Dari tarian perang Kabasaran yang gagah, hingga kelembutan syair-syair Tulude di Sangihe — semuanya memperlihatkan keindahan dalam perbedaan.
Semangat kebersamaan dan persaudaraan lintas suku menjadi kekuatan daerah ini, sebagaimana filosofi leluhur:“Si Tou Timou Tumou Tou” — manusia hidup untuk memanusiakan manusia lain.
5. Momentum Hari Kebudayaan Nasional

Peringatan Hari Kebudayaan Nasional Indonesia setiap 17 Oktober bukan sekadar seremoni, melainkan ajakan untuk melestarikan kearifan lokal di tengah arus modernisasi. Melalui pendidikan, media, dan ruang publik, generasi muda diajak untuk terus mencintai budaya sendiri — karena dari situlah jati diri bangsa Indonesia tumbuh dan mengakar.
Budaya adalah identitas, bukan sekadar kenangan. Melestarikannya berarti menjaga kehidupan, menghormati leluhur, dan memberi arah bagi generasi yang akan datang.Dari tanah Minahasa, Mongondow, hingga Sangihe — suara budaya Nusantara terus bergema: “Torang Samua Basudara.”
Sumber Foto :
1. Brayen Lumempouw
2 & 3.Tomohon Repost



