BERITA TERBARUHUKUM & KRIMINAL

Kejati Sulut Baru di Ujian Besar: Hukum Jangan Tumpul ke Atas, Tajam ke Bawah

Tekanan publik ke kasus perjadin DPRD Bitung makin keras, apakah Kejati Sulut yang baru mampu penuhi harapan?

FORUMADIL, Manado – Kasus dugaan korupsi perjalanan dinas di DPRD Kota Bitung yang bergulir sejak tahun anggaran 2022-2023 kini menjadi litmus test bagi Kejaksaan Tinggi Sulawesi Utara (Kejati Sulut) yang baru. Masyarakat menuntut agar hukum ditegakkan secara adil — tidak “tajam ke bawah, tumpul ke atas”.

Kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Aliansi Bitung Bergerak kembali mendesak agar proses penanganan kasus perjalanan dinas di DPRD Kota Bitung dipercepat. Mereka mengkritik bahwa hingga saat ini institusi hukum belum menyentuh secara penuh anggota dewan yang masih aktif, meskipun kerugian negara versi pelapor disebut mencapai lebih dari Rp 3,3 miliar.

Aktivis antikorupsi Allan Berty Lumempouw secara eksplisit menyatakan:

Jangan cuma berani ke mantan dewan dan ASN yang sudah tidak punya kekuatan politik, tapi ke dewan aktif tak berani… atau patut diduga.”

Pernyataan tersebut mencerminkan keprihatinan publik atas dugaan perlakuan berbeda terhadap pelaku yang masih memiliki power politik dan jabatan aktif.

Sementara itu, Kejati Sulut di bawah pimpinan Jacob Hendrik Pattipeilohy S.H.,M.H., berada di bawah sorotan tinggi. Di tingkat nasional, ST Burhanuddin selaku Kejaksaan Agung RI mendorong “tidak ada zona aman bagi koruptor” sebuah arahan yang kini diuji di Sulawesi Utara.

Kajari Bitung, Krisna Pramono SH, yang ditunjuk belum lama ini, menyatakan bahwa ekspose perkara ke Kejagung akan dilakukan. Namun, publik ragu: apakah itu sinyal komitmen nyata atau sekadar manuver agar tekanan mereda?

Modus yang ditemukan dalam kasus ini cukup mencolok: perjalanan dinas fiktif, mark-up hari perjalanan, manipulasi transportasi, serta pemusnahan dokumen senilai lebih dari Rp 2,8 miliar.

Lebih jauh, meskipun sudah ada penahanan terhadap 7 tersangka lima di antaranya anggota DPRD sebelumnya masih terdapat lima anggota dewan aktif yang “menunggu ekspose” dan belum ditetapkan sebagai tersangka.

Kondisi ini menimbulkan pertanyaan mendalam: Jika institusi penegak hukum terkesan menunda atau memilih-pilih, maka kredibilitas hukum di Sulut berada di titik kritis. Masyarakat berharap Kejati Sulut yang baru membuktikan bahwa komitmen pemberantasan korupsi bukan hanya jargon.

Masyarakat Sulut kini menaruh harapan besar pada kejaksaan daerah: bukan hanya menangkap pelaku kecil, tetapi menyasar aktor dengan jabatan dan power politik. Waktu akan membuktikan apakah Kejati Sulut benar-benar mampu memenuhi harapan tersebut atau hanya menjadi boneka bagi elit yang menguasai kekuasaan.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button