Pengembalian Uang Tidak Menghapus Pidana, Koruptor Tetap Diproses Hukum

FORUMADIL, Jakarta – Praktik pengembalian uang hasil korupsi melalui Tuntutan Ganti Rugi (TGR) tidak serta-merta membebaskan pelaku dari jerat hukum. Sejumlah kasus di Indonesia membuktikan bahwa meskipun uang telah dikembalikan ke negara, proses hukum tetap berjalan dan pelaku tetap dijatuhi hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku.
Pengamat Hukum Sulawesi Utara, Steven Supit SH mengatakan bahwa tidak semua kasus korupsi dihentikan, meskipun seorang pelaku telah mengembalikan uang negara melalui Tuntutan Ganti Rugi (TGR) , proses hukum tetap berjalan jika ada unsur pidana yang terbukti.
“Pengembalian hanya bisa menjadi faktor yang meringankan hukuman, bukan alasan untuk menghentikan penyelidikan atau penghapusan kasus,” ujar Supit.
Dia mencontohkan kasus-kasus korupsi yang tetap diproses meskipun ada pengembalian uang, seperti :
1. Kasus Korupsi Dana Hibah KONI – Imam Nahrawi (2019)Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, terseret dalam kasus suap dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI). Dalam proses hukum, sebagian dana telah dikembalikan ke negara, namun hal itu tidak membuat Imam Nahrawi bebas dari tanggung jawab pidana. Pengadilan tetap menjatuhkan hukuman 7 tahun penjara atas perbuatannya.
2. Kasus Korupsi e-KTP – Setya Novanto (2011-2017)Mantan Ketua DPR RI, Setya Novanto, menjadi salah satu aktor utama dalam korupsi proyek KTP elektronik (e-KTP) yang merugikan negara hingga Rp2,3 triliun. Setnov sempat mengembalikan Rp5 miliar ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tetapi pengembalian itu tidak membebaskannya dari hukuman. Ia tetap divonis 15 tahun penjara karena terbukti bersalah dalam kasus mega korupsi ini.
3. Kasus Korupsi Dana Bansos COVID-19 – Juliari Batubara (2020)Mantan Menteri Sosial, Juliari Batubara, tersandung kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) COVID-19. Meskipun ia telah mengembalikan sebagian dana hasil korupsi, pengadilan tetap menjatuhkan hukuman 12 tahun penjara. Perbuatannya dianggap sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime) karena dilakukan saat negara sedang menghadapi pandemi.
Supit, menambahkan, kasus-kasus ini menunjukkan bahwa pengembalian uang negara melalui TGR tidak menghapus unsur pidana.
“Tindakan korupsi tetap diproses secara hukum, dan pelaku harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Pengembalian uang hanya dapat menjadi pertimbangan untuk meringankan hukuman, bukan sebagai alasan untuk menghentikan penyelidikan atau penghapusan kasus,”ucapnya.
Untuk diketahui, Jaringan Pengawas Kebijakan Pemerintah (J.P.K.P) Sulawesi Utara akan melaporkan dugaan korupsi pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional Mamitarang ditujukan untuk melayani Kota Manado, Kabupaten Minahasa, Kabupaten Minahasa Utara, dan Kota Bitung. Proyek ini dilaksanakan oleh PT. Waskita Karya (Persero) di Balai Prasarana Permukiman Wilayah (BPPW) Sulawesi Utara dengan nilai kontrak awal sebesar Rp 128 miliar dan mengalami beberapa perubahan melalui addendum kontrak hingga mencapai nilai akhir Rp141 miliar.
“Perubahan yang dilakukan oleh Kepala Balai dan PPK di BPPW Sulawesi Utara sangat terstruktur dan Sistematis, diduga perubahan yang dilakukan sudah direncanakan, ” kata Lumempouw.
Berdasarkan hasil evaluasi, ditemukan sejumlah indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek, terutama terkait dengan “kelebihan pembayaran atas item pekerjaan tertentu, dan dugaan adendum yang dilakukan sudah terencana”yang berpotensi merugikan keuangan negara. Menurut informasi dari sumber yang meminta namanya dirahasiakan, jika kerugian tersebut telah dilakukan pembayaran TGR.
Pemerintah dan aparat penegak hukum terus berupaya menegakkan keadilan dan memberikan efek jera kepada para pelaku korupsi. Dengan adanya preseden ini, diharapkan masyarakat semakin sadar bahwa korupsi adalah kejahatan serius yang tidak bisa dihapus hanya dengan mengembalikan uang negara.(Hen)



