Nasib Sungai Marawuwung Sekarat, Mampukah Gubernur Yulius Silvanus Hadapi Raksasa Tambang Demi Rakyatnya?

FORUMADIL, Minahasa Utara – Sulawesi Utara kembali diguncang isu besar yang mempertaruhkan masa depan lingkungan dan kemanusiaan. Sungai Marawuwung, yang sejak puluhan tahun menjadi urat nadi bagi ribuan warga di Desa Likupang Satu, Kecamatan Likupang Timur, kini perlahan sekarat. Airnya berubah keruh, berwarna cokelat pekat, dan tak lagi layak digunakan.
Penyebabnya diduga kuat berasal dari aktivitas pertambangan emas milik PT Meares Soputan Mining (MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (TTN) di bawah kendali Toka Tindung Gold Mine. Longsoran material tambang dan limbah tailing diduga merembes masuk ke sungai, menghancurkan ekosistem yang selama ini menjadi penopang hidup masyarakat sekitar.
Warga pun resah, marah, dan mulai kehilangan harapan. Salah satu warga, Romi Wangka, mengatakan bahwa pencemaran ini sudah sangat meresahkan.
“Kami tidak tahu lagi harus berbuat apa. Sungai Marawuwung tempat kami bergantung hidup, untuk mandi, memasak, menyiram tanaman, semua dari situ. Sekarang airnya sudah tidak bisa dipakai. Kami terancam,” ungkap Romi dengan nada kecewa.
Foto dan video kondisi sungai yang viral di media sosial semakin mempertegas betapa parahnya situasi ini. Ironisnya, hingga berita ini diturunkan, tidak ada pernyataan resmi dari pihak perusahaan.
Upaya konfirmasi melalui WhatsApp kepada Humas PT MSM, Herry Rumondor, maupun Presiden Direktur perusahaan juga tidak mendapat respons. Mereka memilih bungkam di tengah jeritan rakyat yang membutuhkan kejelasan dan pertanggungjawaban.
Kini, bola panas ada di tangan Gubernur Sulawesi Utara, Yulius Silvanus. Pertanyaan besar menggema di tengah masyarakat: Mampukah Gubernur berdiri di garis depan membela rakyatnya? Ataukah ia justru akan terjerat dalam pusaran kepentingan korporasi tambang yang selama ini dikenal memiliki pengaruh besar di daerah ini?
Pemerhati lingkungan menilai, pencemaran Sungai Marawuwung ini adalah tamparan keras bagi pemerintah provinsi bahkan menyebut kasus ini sebagai bukti lemahnya pengawasan terhadap aktivitas tambang yang merusak lingkungan hidup.
“Jika Gubernur Yulius Silvanus gagal menangani ini, maka sejarah akan mencatat bahwa di masanya, rakyat dan lingkungannya dikorbankan demi kepentingan perusahaan tambang,” ujar seorang aktivis lingkungan yang enggan disebutkan namanya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan Kementerian ESDM RI didesak segera turun tangan. Pemerintah pusat tidak bisa tutup mata atas derita warga Sulawesi Utara yang tanahnya perlahan diracuni atas nama investasi.
Sungai Marawuwung adalah simbol kehidupan bagi rakyat Likupang. Jika hari ini dibiarkan mati, maka bukan hanya airnya yang mengering, tapi juga harapan, masa depan, dan hak hidup warga yang terenggut oleh kerakusan segelintir orang.
Semua mata kini tertuju pada Gubernur Yulius Silvanus. Seberapa besar keberaniannya berpihak pada rakyat, bukan pada tambang? Sejarah akan mencatat jawabannya.(Hen)



