BERITA TERBARUSULUT

Masyarakat Lingkar Tambang di Minahasa Utara Alami Enam Dampak Serius Akibat Pencemaran Sungai Marawuwung

Likupang, Sulawesi Utara – Masyarakat desa dan kelurahan di sekitar area pertambangan PT Meares Soputan Mining (PT MSM) dan PT Tambang Tondano Nusajaya (PT TTN) menyuarakan keresahan mereka atas pencemaran lingkungan yang semakin parah akibat aktivitas tambang di Pit Marawuwung.

Sungai Marawuwung, yang menjadi sumber kehidupan warga, mengalami pencemaran berat yang berdampak langsung terhadap keberlangsungan hidup masyarakat lingkar tambang.

Berdasarkan pernyataan warga yang tergabung dalam organisasi masyarakat adat, petani, nelayan, dan LSM, berikut enam dampak kerugian besar yang dialami masyarakat akibat pencemaran lingkungan di Sungai Marawuwung:

1. Kerusakan Proyek Air BersihSungai Araren sebagai sumber proyek air bersih di Kayuwale kini tidak bisa lagi digunakan karena rusak parah. Air yang dulunya menjadi kebutuhan vital warga kini tercemar dan berbahaya.

2. Ancaman Longsor dan Retakan TanahLongsor dan retakan tanah terjadi di beberapa lokasi, terutama di jalur transportasi Minahasa Utara – Kota Bitung. Kondisi ini menimbulkan ketakutan bagi warga dan mengancam keselamatan pengguna jalan.

3. Kehilangan Lahan PertanianLahan pertanian di Pinasungkulan dan Tinerungan kini sudah tidak bisa diolah lagi. Limbah tambang yang mencemari tanah membuat sawah dan kebun rusak parah dan tak produktif.

4. Terancamnya Permukiman WargaWarga di Desa Resettlement, Rinondoran, Maen, dan sekitarnya merasa terancam karena pemukiman mereka terdampak langsung oleh aktivitas tambang dan pencemaran lingkungan.

5. Punahnya Biota Sungai dan LautAliran Sungai Marawuwung telah tercemar berat hingga menyebabkan ikan-ikan di sungai mati. Aktivitas nelayan terganggu dan masyarakat kehilangan salah satu sumber mata pencaharian.

6. Rusaknya Ekosistem Pesisir dan Ancaman Pariwisata

Dampak lanjutan dari pencemaran sungai adalah rusaknya kawasan pesisir selat Likupang. Sedimentasi dan material limbah tambang menutupi terumbu karang, lamun, dan mangrove di hampir seluruh kawasan pesisir serta pulau-pulau di sekitarnya. Hal ini mengancam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata di Likupang yang digadang-gadang menjadi destinasi unggulan nasional.

Masyarakat menuntut agar PT MSM dan PT TTN bertanggung jawab atas kerusakan lingkungan dan kerugian besar yang mereka alami. Mereka menegaskan aksi penolakan atas eksploitasi tambang yang mengorbankan kehidupan rakyat kecil dan merusak alam.

Romi Wangka berharap, Gubernur Yulius Silvanus turun tangan langsung dan mengambil sikap tegas membela hak-hak masyarakat adat, petani, dan nelayan yang terancam kehilangan sumber kehidupan mereka. Menurutnya, ini adalah pertarungan sengit antara rakyat kecil yang menggantungkan hidup dari sungai dan laut, melawan raksasa tambang yang memiliki kekuatan modal besar.

“Kami hanya minta satu: hak hidup kami dikembalikan. Sungai, tanah, dan laut adalah warisan leluhur kami, bukan untuk dihancurkan oleh tambang,” tegas Romi Wangka, salah satu penanggung jawab aksi.

Aksi solidaritas dan unjuk rasa akan terus dilakukan hingga pemerintah Sulawesi Utara dan aparat penegak hukum memberikan perhatian serius terhadap penderitaan masyarakat lingkar tambang di Minahasa Utara.(Hen)

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button